Rabu, 28 Mei 2008

Lelaki dan Senja



Jendela messengerku berkedip, tanda ada pesan masuk. Aku melirik dan kutemukan sebuah nama asing tertera disana, lelaki senja . Di dorong rasa penasaran segera ku klik kotak messengerku.

Mengejutkan, kutemukan sepotong senja disana. Senja kemerahan, seperti pipi perawan yang habis dicium pacarnya lengkap dengan deburan ombak, pasir putih serta aroma khas pantai. Alamak, Sukab-kah yang memotong mahakarya ini untukku?.

Pasti bukan, ujarku dalam hati. Pertama aku tak mengenal satu pun pria bernama Sukab. Nama Sukab yang kutahu hanya lelaki dalam cerita-cerita Seno Gumira Ajidarma, tapi dia pun sudah mencintai perempuan lain bernama Alena. Lalu adakah Sukab lain yang menggilai senja dan memotongkannya untukku?

Untuk tahu jawabannya ternyata aku tak perlu menunggu lama, kotak messengerku kembali diketuk.

Hallo nona, aku tahu kau menyukai senja, makanya kukirim sepotong senja untukmu,”

Aku tersenyum. Sudah lama tak ada yang berlaku manis seperti itu kepadaku. Tanpa menunggu lama kami pun saling bertukar cerita. Mulai dari nama, usia, tempat tinggal hingga ukuran celana. Saking asyiknya sampai aku lupa bertanya dari mana dia tahu aku menyukai senja.

******

Dalam waktu singkat lelaki senja itu pun masuk dalam kehidupanku. Bergabung meniupkan mantra-mantra ritmis ke relung hatiku dan aku suka itu.

Kau hanya perempuan kesepian yang haus kasih sayang dan belaian di selangkangan

Mungkin komentar teman itu ada benarnya. Aku memang perempuan yang sering merasa gatal pada selangkangan, tapi kalau hanya sekedar alasan birahi tentu bukan dia yang kupilih.

Bercinta bagiku sama dengan memilih makanan. Walau terkesan sembarang, sebenarnya banyak kriteria yang harus dipenuhi, mulai dari penyajian, rasa hingga selera. Efek samping juga harus ditimbang masak-masak, percuma kalau perut kenyang kalau makanannya bikin kolesterol atau darah tinggi dan akhirnya Cuma bikin cepat mati.

Dalam bercinta pun menganut prinsip yang sama. Keamanan nomor satu, pakai pengaman demi masa depan. Bukan hanya menghindari kehamilan, tapi juga agar terhindar dari penyakit menular seksual.

Penyakit menular seksual memang jarang yang mematikan, tapi sangat memalukan. Saat pergi kedokter kelamin, dia tak langsung menghujatmu. Namun sembari memberi antibiotik dia akan menghujanimu dengan ribuan anak pisau yang secara otomatis keluar dari matanya.

Tanpa konfirmasi terlebih dahulu, dia akan langsung menempelkan stempel penzina dikeningmu. Belum lagi tanpa merasa risih dia akan berbisik-bisik dengan suster sambil melirik kearahmu, seolah mereka hakim berahlak lebih baik dan berhak merajammu.

Ketika kriteria tersebut terpenuhi belum tentu percintaan serta merta dapat terjadi. Bisa saja walaupun perutku keroncongan setengah mati, bisa saja lidahku enggan mengunyah makanan yang tersaji. Balik lagi ke masalah selera, bisa saja yang tersaji makanan eropa sedang saya sedang ingin makanan sunda. Atau bisa saja yang tersedia kambing guling sedangkan saya vegetarian.

Namun bisa saja terjadi, perutku lapar setengah mati tapi aku tak menemukan secuil pun remah roti. Pasti aku akan gigit jari atau mengandalkan daya khayal tingkat tinggi dengan membayangkan restoran mewah bercitra rasa tinggi dengan pelayanan nomor wahid. Aku pun masturbasi.

Kembali pada lelaki senja, berwisata seks dengan dia tak ubahnya makan nasi goreng dipinggir jalan. Tak ada yang istimewa, entah rasa ataupun penyajiannya. Hanya memberikan rasa kenyang, tanpa meninggalkan kesan.

Secara kasat mata, lelaki senja bukan sosok yang sedap untuk dipandang. Kulitnya hitam gersang terbakar matahari, rambutnya ikal tak beraturan pokoknya bukan gambaran pria-pria di dalam iklan celana dalam yang memamerkan ketampanan serta atau maskulinitas.

Namun sesuatu hal yang biasa itu berhasil menyihirku. Bagai sabu yang merangsang neuron diotakku, aku selalu rindu ketika tak bercumbu. aku sendiri tak hapal apa yang kurasa, aku tak terlalu pandai untuk mengurainya dalam bentuk cerita.

Mungkin kau jatuh cinta seperti cerita syair lagu-lagu pop yang diputar ditoko-toko cina, kata seorang teman.

Entahlah, ujarku membatin. Bukan aku tak mau berbagi, bukan juga karena aku ingin menyimpan cerita ini sendiri. Lalu melumatnya hingga berkeping, sehingga tak meninggalkan jejak dan hanya jadi tahi.

Mungkin cinta bagiku hanya celoteh omong kosong yang ada ditelenovela. Aku memang sering bercinta, tapi aku sudah lupa rasanya jatuh cinta. Semenjak hatiku diamputasi, aku mengunci cintaku di gudang belakang.

Diruang yang gelap dan pengap itu cinta kubiarkan sendiri, tak pernah kukunjungi. Mungkin hanya debu dan cicitan tikus yang menemaninya atau mungkin menggigitnya. Biar cinta itu sakit tipes atau hepatitis lalu mati, batinku.

Aku tak tahu kabar cintaku sekarang. Aku sempat mau menyuntik mati, namun seorang teman melarang, lumayan untuk koleksi. Marchendise, untuk gaya-gayaan biar orang tahu aku pernah punya hati.

Sudahlah, terlalu panjang untuk membahas soal cinta. Yang penting kali ini aku kembali orgasme diatas senja yang melengkung. Semburat merah tampak dari wajah kelelahan, mungkin karena terlalu lama mengejan. Dia diam, aku diam, kami sama-sama diam. Seakan kata-kata menjadi sesuatu yang langka, kekakuan yang aneh seusai bercinta.

Bukankah tapi kita bergumul, bersatu memilin rahasia pribadi. Bercumbu, mencoba menjadi satu

Kutatap mata lelaki senja yang tengah meringkuk dibalik selimut, ada damai yang selalu ingin kucium dan kukulum. Dia diam, aku diam, namun sesaat kemudian aku merasa tenggelam dalam lautan kata-kata.

Masih dengan tubuh telanjang aku berlari ke gudang belakang. Lalu ku buka gembok yang berkarat. Sarang laba-laba dan bau apek seolah menjadi sebuah upacara penyambutan, apakabar teman.

Aku menebar biji mata ke setiap pojok ruangan. Beberapa saat dan akhirnya kutemukan dia. Ku temukan disudut ruang yang penuh debu, hatiku yang sudah kehilangan bentuk.

Aku senang, hingga melonjak kegirangan seperti anak kecil yang baru dibelikan mainan. Mungkin hati itu hanya tinggal secuil, itupun penuh cabik dan parut. Tapi tetap kuambil, bukan untuk kupasang lagi, melainkan kupersembahkan bagi lelaki senja.

Kuberikan hati itu pada lelaki senja, aku ingin dia memilikinya

******

Lama tak kudengar kabar dari lelaki senja. Sudah 120 dua puluh malam setelah hati itu keberikan hatiku padanya. Padahal dibalik dinding kamar aku menunggu. Sekarang bukan selangkanganku yang basah, tapi kedua bola mata. Kristal bening mengalir, membentuk aliran sungai.

Warna langit mulai kelam. Semburat senja perlahan menghilang dibalik mega. Dari jendela yahoo messenger kutunggu kabarnya. Tapi lelaki senja tak kunjung online. Hanya pesan pendek yang tertinggal.

Anakku sakit aku harus pulang

Jakarta 28 Mei 2008

5 komentar:

gust mengatakan...

kalo begitu"bercinta " juga perlu "variasi menu" ya? hehehhehe

aku suka bagian pemberian hati...mungkin kalo dibuat lebih dramatis akan lebih asyik...:)

Anonim mengatakan...

wie...berat-berat ceritanya tya, tapi begitu menggoda untuk terus "disingkap" siapa pria berrambut ikal itu..hahahaha

Wiwik Budi Wasito mengatakan...

bulir air matamu terlihat liris. lantunan-lantunan ceritamu di beberapa paragraf mengiris. dunia maya-mu ini benar-benar senja.

Inikah dongeng-dongengmu, atau ada terselip fakta di situ?

salut.....

lamanday mengatakan...

suka banget senja ya?

pernah menikmati senja terbenam dari merapi, di bukit kendit yang jadi batas vegetasi dengan pasir pada jalur pendakian kinahrejo?
cobalah, dan kau akan tahu, bahwa senja terindah juga bisa ditemui ketika kita mendekati cakrawala.

Membuatmu merasa sendu tiba2, dan tahu bahwa sejak saat itu kau akan selamanya menyukai senja seperti kau menikmati hidup ini.

memang akan ada masa kau membenci senja, bosan dengan warna nya yang itu-itu saja. tapi hidup juga begitu bukan?

hanya mengulangi 60 detik, 60 menit, 12 jam, 7 hari, 4 minggu,
12 bulan..

cobalah

Anonim mengatakan...

cerpen LELAKI SENJA, seperti tak bisa lepas dari nuansa kental SERENADE KUNANG-KUNANG karya Agus Noor... he 3x. maaf jk aku salah, sbb pembacaanku seperti merasakan akan hal itu....