Minggu, 12 Oktober 2008

Ketika Cinta Kadaluarsa


Percayakah kamu segala sesuatu yang bertebaran di atas dunia ini punya batas kadarluarsa. Entah itu benda-benda seperti susu kaleng, roti hingga rasa cinta. Orang lain boleh tidak sepakat dengan pendapat saya, tetapi itulah pemandangan yang saya saksikan selama dua puluh tiga tahun hidup di bumi.

Hampir seperempat abad ibu dan ayah saya hidup bersama. Tentulah asal muasal kebersamaan itu adalah cinta. Tetapi seiring berjalannya roda kehidupan, saya melihat cinta yang terjalin diantara mereka mulai pudar, hilang untuk kemudian bertransformasi menjadi rasa sayang dan saling membutuhkan.

Saya dan pacar saya memutuskan untuk berpisah pekan lalu. Ini perpisahan yang kesekian bagi kami setelah puluhan kali putus nyambung selama dua tahun. Tak seperti yang dulu-dulu saya tidak merasa sakit pada perpisahan kali ini.

Mungkin ada rasa kesal yang menyelimuti, tapi saya rasa itu lumrah. Kami pernah berjalan bersama selama 720 hari dan sudah semestinya ada perasaan hampa yang bergelayut ketika kebersamaan itu harus diakhiri.

Saya tidak membenci dia. Saya tahu dia sudah cukup berusaha menjadi yang terbaik. Entah itu dengan mengantar keluarga saya pulang pergi Jakarta-Bandung, mengajak adik-adik saya bermain ke Time Zone atau mengantarkan saya ke rumah sakit tengah malam.

Manusiawi jika selama perjalanan kami ada kerikil-kerikil yang melukai. Toh kami memang dua mahluk yang lahir dari agama dan budaya yang berbeda. Mungkin ada nilai-nilai yang dianggap salah oleh saya, tetapi benar menurut pacar saya sehingga mau tak mau terjadilah perselisihan.

Perselisihan itu lama kelamaan menciptakan jurang yang memisahkan antara saya dan dia. Makin lama ceruk yang tergali semakin dalam, sehingga tanpa sadar kami sudah berada di jalan yang berbeda.

Saya berharap menemukan jalan yang lebih baik saat kami berpisah, demikian pula sebaliknya. Mencari pengganti? Oh sudah pasti. Tapi untuk saat ini lebih baik saya merelaksasi hati, supaya saya bisa lebih bijak dalam menjalani hubungan dikemudian hari.

Di masa-masa berkabung ini saya ingin mengucapkan terima kasih untuk orang-orang yang ada buat saya. Untuk Monyet dan DW yang sudah mau diganggu oleh sms saya malam-malam, untuk Bang Toyib yang sudah mengirimi saya coklat dan buku bacaan, Kuncung dan Tante Plinplan yang mau menemani nonton Laskar Pelangi dan shopping heboh di Centro.

Dan tentu untuk mantan pacar saya. terimakasih, kita memang pernah punya cerita indah tetapi mungkin sudah tiba masanya kadarluarsa.

7 komentar:

Wida Waridah mengatakan...

turut berkabung yang sedalam-dalamnya untuk yang baru kehilangan kekasih. tapi santailah, terkadang makan makanan kadaluarsa juga gak enak kan? mending cari makanan yang fresh, asal jangan makanan siap saji, kurang baik untuk kesehatan :D

Litbang blog manusia goblok mengatakan...

Aku terharu denganmu......

Wiwik Budi Wasito mengatakan...

If U believe in God, be sure that He has a good reason for all had happened. Though U love the sunset, U'll still have the sunrise. Be patient:)

Anonim mengatakan...

cerpen LELAKI SENJA sungguh tak bisa lepas dari nuansa SERENADE KUNANG-KUNANG karya dari Agus Noor. he 3x

indriankoto.blogspot.com mengatakan...

sireum bener tuh. tapi jangan terlalu percaya sama litbang blog manusia goblok. hehhe

Anonim mengatakan...

hmm, saya tertarik membacanya..
salam

SENJA mengatakan...

"titip kata di dekat hati"