Minggu, 14 Desember 2008

Perempuan


Pagi ini mata saya terkesiap melihat sebuah tayangan televisi. Tayangan berdurasi lima menit menit kurang itu bertutur mengenai penggerebekan di sebuah hotel melati di kawasan Cirebon. Pada tayangan tersebut diperlihatkan secara gamblang bagaimana para Pekerja Seks Komersil (PSK) itu diserbu dengan para polisi (m)oral dan sejumlah pihak yang mengatasnamakan agama.

Tidak hanya sampai disitu, para juru warta pun ikut-ikutan mengadakan sidang susila dadakan dengan menyorot tubuh telanjang para perempuan. Aksi kejar-kejaran perempuan-perempuan itu dengan aparat yang terhormat dihadirkan bak lelucon slaptik antar anggota srimulat.

Perasaan miris bergelanyut dibenak saya. Terlepas salah atau tidak mereka, apakah para polisi moral itu berhak melakukan hal-hal yang melanggar batas-batas kemanusiaan?. Apakah karena mereka melakukan zina, lalu mereka berhak dihakimi bak binatang.

Adakah terbersit di kepala bapak aparat yang terhormat atau aktivis yang agamis bagaimana perasaan anak dan keluarga mereka menyaksikan tubuh darah dagingnya digiring telanjang bulat. Bagaimana kalau itu terjadi pada anak, istri atau saudara mereka?.

Pertanyaan saya selanjutnya, kenapa yang disorot hanya perempuan. Sementara laki-lakinya dibiarkan bebas melenggang –setidaknya dibiarkan mengenakan pakaian terlebih dahulu-. Bukankah sebelumnya mereka –laki laki dan perempuan- yang berasyik masyuk, tetapi kenapa dalam hal ini (terutama pemberitaan tadi) perempuan seolah lebih hina.

Ah, perempuan

1 komentar:

Litbang blog manusia goblok mengatakan...

Nah, hubungan anatra perempuan dan kuburan itu apa?terus agama apa yang dibawa?agama kristen?kok ada simbol salib di fotonya?